ART | EXHIBITION | GRESIK | 2024
Pratik seni kolase kontemporer hingga saat ini masih dianggap sebagai praktik seni yang memiliki kecenderungan meniru praktik umum, dengan metode kerja, bentuk, dan perspektif yang sebagian besar berasal dari Barat. Gunting Batu Kertas adalah sebuah kolektif dari Kota Gresik yang mengeksplorasi praktik seni kolase sejak tahun 2020. Selama empat tahun berkecimpung di berbagai kegiatan yang berkaitan dengan praktik seni kolase, kolektif Gunting Batu Kertas ingin mencari praktik dan pemahaman mengenai praktik kerja kolase di luar konteks yang ada saat ini, khususnya model laku yang dilakukan oleh warga Kota Gresik dalam kehidupan sehari-hari.
Kali ini, kolektif Gunting Batu Kertas berkolaborasi dengan Artchemist, sebuah penyelenggara acara kreatif yang juga merupakan media seni yang berbasis di Jawa Timur; Tujujati Art Space, sebuah ruang seni alternatif dan pusat kolaborasi seniman yang bertempat di Kammari Cultural Hub di Gresik; dan Collage ID, kolektif kolase lintas pulau di Indonesia; mengadakan program artistik yang mengeksplorasi seni kolase berbasis budaya lokal masyarakat Kota Gresik bertajuk Ndolék Nemplék.
Kata “ndolék” dalam bahasa Jawa dialek Gresik diwakilkan sebagai upaya pencarian, dengan berjalan kaki sebagai metode. Berjalan kaki, keluar-masuk gang-gang kampung kota dipilih sebagai pendekatan untuk mencari bentuk, siasat, modal, dan material temuan (found object) yang selanjutnya dapat dimaknai sebagai bahasa warga. Pilihan metode ini dimaksudkan untuk memberi tawaran dan uji coba terhadap wacana kontekstual; tantangan-tantangan unik, keterbatasan sumber daya, dan material yang kerap kali dihadapi oleh seniman dan penggiat kolase di Indonesia.
Sedangkan kata “nemplék”, digunakan sebagai upaya untuk merekatkan nilai-nilai yang dianut oleh seniman dan penggiat kolase menjumpai kemajuan bentuk, siasat, model, praktik dan material temuan (found object) yang dihasilkan warga sebagai unconditional design dalam menghadapi tantangan isu domestik hingga merespon isu kampung perkotaan.
Melalui beragam program yang berfokus pada eksperimentasi metode, praktik, medium, dan material, Ndolék Nemplék berupaya menghadirkan subjek kolase dengan menghubungkan singgungan antara persepsi, makna, dan representasi untuk membajak praktik kolase Barat dengan menempatkan pengetahuan warga sebagai basis atas ciri laku, identitas, bahasa, dan politik dengan mendekatkan diri pada konteks kampung kota.
Rangkaian acara dalam program ini diawali dengan program berjalan kaki (city walking tour), kemudian hasil dari walking tour digunakan dalam kegiatan selanjutnya, yaitu lokakarya kolase, lalu diakhiri dengan pameran karya hasil lokakarya tersebut dan program publik yang menyertainya berupa diskusi, bincang seniman (artist talk), dan lokakarya (workshop).
Walking Tour dan Praktik Kolase Warga


Kolase dipahami sebagai teknik seni menempelkan berbagai bahan selain cat ke atas bidang, seperti kertas, kain, kaca, logam, dan lain sebagainya. Pada konteks yang lebih spesifik, masyarakat Gresik lebih mudah memahami seni kolase sebagai teknik menempel aneka biji-bijian pada bidang kertas dengan lem yang kerap menjadi kategori perlombaan di sekolah dasar. Namun, di luar konteks estetika, seni kolase tampak semarak dalam keseharian warga kampung di Kota Gresik. Alih-alih merekatkan material dan benda-benda secara semaunya, warga lebih peduli jika laku tersebut menyebabkan objek menjadi tetap berfungsi sebagaimana mestinya untuk memperbaiki benda yang telah rusak atau menciptakan objek, sehingga dapat berfungsi, sebagai siasat menghadapi persoalan domestik atas situasi keterbatasan yang dihadapi.
Pernyataan di atas didapat usai semua yang terlibat dalam program Ndolék Nemplék melakukan walking tour di gang-gang kampung kota Gresik sekitar Kammari Cultural Hub. Dari sana ditemukan bahwa warga kampung kota Gresik telah mempraktikkan seni kolase dengan fokus lebih kepada fungsional, salah satu contohnya adalah menambal jendela kayu yang berlubang dengan potongan kayu lain yang warna dan bahannya berbeda.
Dari temuan ini, setiap seniman Ndolék Nemplék mengembangkan karya berdasarkan interpretasi masing-masing mengenai apa yang mereka lihat dan observasi dari praktik kolase warga dalam kegiatan city walkting tour tersebut yang diselenggarakan pada tanggal 13 Oktober 2024.
Seniman dan Karya di Ndolék Nemplék
Pameran Ndolék Nemplék menggandeng beberapa seniman dari Probolinggo, Gresik, Surabaya, dan Lamongan. Para seniman tersebut adalah Awas Lepas (Yohanes Todytama), Alamandaw (Athia Hisbi Alamanda), Ahmad Ridho Pamungkas, Aping (Ravi Kukuh), Amitola (G. Amitola Deusvult), Aini Setiawati, Fika Afifatul Fauziah, Enggarden (Enggar Dwiki E.), Grace Winarni Adisarta, dan Kolajsu (M. Samsu Al Kahfi). Pameran ini dikuratori oleh Novan Effendy, seorang seniman dan desainer interdisipliner yang berfokus pada praktik konseptual, spesifik lokasi, dan partisipatif.
Material yang digunakan oleh para seniman dalam membuat karya sangat beragam, seperti potongan ban bekas, daun kering, mainan bekas, potongan kertas kemasan semen, potongan keramik bekas, potongan papan kayu, sapu ijuk patah, robekan kain gorden, potongan triplek, kawat, kasa, jaring ikan, potongan batok kelapa, potongan besi, bata, fragmen benda elektronik, potongan kaca, kawat duri, potongan compact disk, foaming clay, dan masih banyak lagi. Semua material tersebut dirangkai dengan teknik yang beragam pula, seperti diikat, dijahit, dibor, menggunakan staples, isolasi, paku, mur, dan teknik tempel menggunakan beragam jenis lem.
Salah satu seniman yang juga bagian dari kolektif Gunting Batu Kertas, Awas Lepas (Yohanes Todytama, yang akrab disapa Tody) menulis catatan tentang karyanya untuk pameran Ndolék Nemplék yang berjudul “Rumah” di akun instagram pribadinya. Dalam catatan tersebut, Tody mengungkapkan bahwa ini adalah pertama kalinya ia menggunakan benda-benda yang sama sekali belum pernah terpikirkan olehnya akan ia gunakan dalam pengkaryaan. Benda-benda yang ia temukan saat city walking tour ia gabungkan dengan benda-benda yang ia temukan di rumahnya. Karyanya merepresentasikan dinamika antara barang temuan yang ia temukan dari kedua tempat tersebut.

“Sebuah patahan gagang sapu merah menjadi fokus, mewakili simbol ‘rumah’ dalam perjalanan visual ini dimana aku merasa rumah bukan sebatas bangunan beratap dengan banyak ruang di dalamnya, tapi bagi ku rumah bisa merupakan benda mati atau makhluk hidup yang pernah berinteraksi dengan diriku dan berdampak sehingga aku merasa adanya bagian dari diriku di dalamnya,” ungkap Tody dalam tulisannya.
Graciella Winarni Adisarta, seniman yang memulai perjalannya melalui bidang multimedia dan saat ini sedang menempuh pendidikan di Universitas Internasional Semen Indonesia dengan program studi DKV, membuat karya berjudul “Praktik Mataku”. Karya ini mengartikan hasil pengamatan matanya akan warga Gresik yang tanpa disadari sudah mempraktikkan kolase dengan maksud dan tujuan untuk menambah nilai guna suatu barang.

Alamandaw (Athia Hisbi Alamanda), seniman yang juga berprofesi sebagai penyiar, pemandu acara, dan salah satu pendiri Artchemist membuat karya dengan judul “Sadrah” yang berarti pasrah, menggambarkan suasana tepi laut saat matahari mulai terbenam. Citra tersebut terinspirasi dari momen ketika nelayan pulang dari kegiatan melaut, hal yang banyak ditemui di kota pesisir seperti Gresik. Karya ini menjadi satu-satunya karya yang tidak ditampilkan dengan cara digantung di dinding melainkan menggunakan podium dan diletakkan di tengah ruang galeri.

Ridho (Ahmad Ridho Pamungkas), seorang desainer grafis lepas penuh-waktu yang juga merupakan desainer Orasis Art Space saat ini membuat karya dengan judul “Kampung, Pesisir, dan Industri” yang merefleksikan kehidupan urban yang direpresentasikan oleh benda-benda temuan khas pesisir seperti kelapa kering, batok, bata, tambang, dan otoped. Selain objek khas pesisir, dalam karya ini juga tergambar kehidupan masyarakat Gresik sebagai kota industri melalui temuan fragmen-fragmen benda elektronik seperti CD, kalkulator dan selang AC.

Amitola (G. Amitola Deusvult), siswa kelas 1 SMA homeschooling asal Surabaya yang tengah mengeksplorasi desain grafis, seni kolase, dan fotografi konser, membuat karya dengan judul “Kehangatan Warga Pesisir Kota Gresik” yang menggambarkan suasana perkampungan pesisir Kota Gresik dari sudut pandangnya menggunakan barang-barang temuannya selama city walking tour.

Enggarden (Enggar Dwiki E.), ilustrator dan desainer asal Probolinggo yang juga aktif di kolektif Ruang Arka menerjemahkan laku warga dalam menyiasati perihal disfungsi dalam karyanya yang diberi judul “Sekuat Adanya”. Enggar melihat upaya warga dalam mempertahankan fungsi dan merawat hal-hal yang rentan dengan sekuat tenaga agar bisa berfungsi sebagaimana mestinya.

Fika Afifatul Fauziah dan Aini Setiawati adalah seniman yang masih menempuh pendidikan di bangku SMK yang berasal dan berdomisili di Lamongan. Dalam karya kolasenya “Alam dan Sekitarnya”, Fika menceritakan tentang alam dan kebudayaan yang ia saksikan di kota Gresik, sedangkan Aini menceritakan soal kejahatan dan perbuatan kriminal yang kerap diterima wanita dalam karyanya yang berjudul “Wanita”.

Aping (Ravi Kukuh), seorang arsitek yang mencoba berbagai kegiatan kesenian untuk memecah rutinitas dan kesibukan, membuat karya dengan judul “Perkenalan” yang menjadi responnya dengan barang-barang yang ia temui ketika city walking tour, yang sebelumnya sering luput dari perhatiannya.

Kolajsu (M. Samsu Al Kahfi), seorang pegiat kolase dan anggota kolektif Gunting Batu Kertas melihat hidup manusia yang saling menjerat satu sama lain dari proses kekaryannya dan ia beri judul “Jerat Menjerat”.

Dari terselenggaranya Ndolék Nemplék, diharapkan eksistensi karya kolase seniman Jawa Timur dapat dikenal oleh lebih banyak audiens yang pada akhirnya dapat membangun interaksi, jejaring, kesadaran, dan apresiasi terhadap seni kolase pada umumnya dan karya yang dibuat untuk pameran ini khususnya.
Pameran ini berlangsung sampai dengan 27 November 2024. Informasi lebih lanjut mengenai jadwal pameran dan program publik yang akan diselenggarakan selama pameran berlangsung dapat diakses di akun sosial media Archemist, Gunting Batu Kertas, Tujujati Art Space, dan Collage ID.

Leave a comment