Menyelami Alam Bawah Sadar dalam Tiga Babak bersama Alam Taslim, Gandez Solihah, dan Marian Kevin 

ART | EXHIBITION | SURABAYA | 2024 

Alam Bawah Sadar adalah pameran yang diinisiasi oleh n0lkecil creative space, Surabaya. Pameran ini menghadirkan Alam Taslim, seniman yang lahir di Surabaya dan saat ini berbasis di Jakarta, yang kekaryaannya berupa monster visual yang terinspirasi dari bentuk mi instan bernama IGOR, dan berkolaborasi dengan Dogdays Photo Lab dari Bandung. Ketiganya meramu suatu konsep bercerita tentang cerita-cerita kehidupan yang sukar untuk diceritakan, lewat karya yang memadukan ilustrasi digital dan teknik cetak manual sinar UV matahari (cyanotype) di media kaca. 

Pameran Alam Bawah Sadar dibagi ke dalam tiga babak yang berlangsung di tiga kota dan provinsi berbeda, dengan konsep yang dikembangkan berbeda-beda pula. 

Poster ketiga babak pameran Alam Bawah Sadar – foto oleh Readesign Magazine.

Babak satu berjudul “Perhatikan Langkahmu”. Diselenggarakan pada bulan Februari – Maret 2024 di Pollen Gallery, Bandung, pameran ini memberi panggung kepada Alam Taslim untuk bercerita tentang kehidupannya sebelum monster IGOR tercipta, yang dikolaborasikan oleh Maradita Sutantio sebagai kurator pameran dengan brand bingkai upcycle KETARA.  

Mengenai IGOR, “Nama IGOR diambil dari singkatan mI GOReng. Dulu ketika masih bekerja di advertising, aku sering sekali berkunjung untuk makan di warmindo dekat kos. Ada sebuah warmindo yang menjadi saksi bisu saat aku melepas lapar setelah lelah bekerja”, cerita Alam ketika diwawancarai oleh tim Lemari Lila

“Menurutku, cerita tentang mi goreng terasa lebih lokal. Lebih melekat pada hati siapa saja. Di Indonesia kan… mulai dari anak-anak sampai orang tua, miskin dan kaya, pasti pernah merasakan mi instan goreng,” lanjutnya. 

Melalui seri Alam Bawah Sadar, Alam melibatkan lebih banyak orang untuk memberi arah pada eksplorasi dan pendekatan ilustrasi ini, sekaligus memperkaya refleksi dan relasi karakter IGOR dengan kehidupan-kehidupan lain di sekitarnya. 

Karya pada babak satu yang dipamerkan pada pameran kali ini terdiri dari total tujuh karya; enam karya ilustrasi Alam Taslim yang dicetak cyanotype di media kaca dalam bingkai unik dari KETARA dengan judul “Irisan”, “Panggung”, “Lumbung”, “Bidadari”, “Srigala”, dan “Jebakan”, dan kumpulan karya tulisan berjudul “Semangkok Perpanjangan Rasa” dari SunDailyteracy (komunitas literatur) yang merespon salah satu karya ketika pameran berlangsung di Bandung dan menjadi bentuk kesuksesan pameran yang mampu menyalakan imajinasi teman-teman yang menikmati karya yang disajikan. 

“Jebakan” dan “Semangkok Perpanjangan Rasa” – foto oleh Readesign Magazine.

Babak dua berjudul “Lirih, Luruh, Lantang”. Adalah pameran kedua yang diselenggarakan selama bulan Juli – Agustus 2024 di Lemari Lila, Yogyakarta ini memberikan panggung juga kepada Gandez Sholihah, seorang lulusan Seni Pertunjukan ISI Yogyakarta. Alam Taslim di babak dua ini membuat ilustrasi wajah Gandez untuk dicetak cyanotype di kaca bersama Dogdays Photo Lab, dan Gandez berkarya dengan membuat aksesoris-aksesoris yang mewakili ceritanya, dan kemudian keduanya digabung menjadi karya utuh.  

Kolaborasi ilustrasi dan karya aksesoris dengan medium campuran kain perca, manik-manik, dan segala hal yang bisa dijadikan aksesoris dari Gandez Solihah di babak dua ini tidak kalah menarik. Terdiri dari tujuh buah karya dengan masing-masing “Poh, Peh, Ye”, “Dalam Genggaman Tiga Huruf”, “Kekasih yang Ditinggalkan”, “Gelap Datang bersama Kesunyian yang Ku Ceritakan Pada-Nya”, “Perayaan Rasa”, “Sebuah Pesan dari Cabak Kota”, dan “Magic Shop”. 

Karya-karya di babak dua, “Lirih, Luruh, Lantang” – foto oleh Readesign Magazine.
“Perayaan Rasa” – foto oleh Readesign Magazine.

Sentuhan nuansa feminin maupun topik-topik yang berkisar pada perasaan yang sentimental dari Gandez Solihah cukup terasa di karya-karya babak dua ini. Misalnya, dalam karya berjudul “Dalam Genggaman Tiga Huruf”, sarung tangan pengantin nampak di dalam bingkai, dihias manik-naik berwarna merah menjalar di atasnya seperti tato hena di punggung tangan pengantin wanita. Perpaduan bentuk-bentuk tersebut didorong judul yang demikian, membuat kami sebagai pengamat merasa bahwa karya ini bercerita tentang momen upacara pernikahan. 

Ketika pameran babak dua ini berlangsung di Yogyakarta saat itu, pameran ini dimeriahkan juga dengan art performance dari The Freak Show Men di hari pembukaan, dan menyelenggarakan artis talk berbentuk potluck picnic menggelar tikar di belakang lokasi pameran. 

Babak tiga berjudul “Menjadi Biasa”. Dalam Menjadi Biasa, Alam mengajak Marian Kevin, seorang fotografer yang tinggal di Bali. Kolaborasi antara ilustrasi dan fotografi Marian Kevin menjadi titik awal keduanya mempertanyakan kembali irisan-irisan pengalaman mereka: lahir dan besar di Surabaya, pernah dan/atau sedang tinggal di Bali, bekerja di bidang kreatif, menjadi bagian dari ekosistem jejaring seni kreatif, tumbuh dan besar dengan lapisan-lapisan penerimaan diri, mencecap cinta dan patah hati, dan lain sebagainya.  

Karya-karya di babak tiga, “Menjadi Biasa” – foto oleh Readesign Magazine.

Dengan pendekatan visual yang berbeda, keduanya menginterpretasikan hal-hal yang berserakan dalam hidup: mulai dari kucing-kucing lucu, semangkuk bakmi sehabis hari yang melelahkan, identitas, luka—baik fisik maupun batin—transisi hingga relasi dengan spiritualitas dan lingkungan sekitar. 

Alih-alih menghadirkan hidup sebagai sesuatu yang statis, Alam dan Kevin menceritakannya sebagai sesuatu yang terus bertransisi as what it is supposed to be (sebagaimana mestinya) yang seringkali tidak perlu diberi penjelasan-penjelasan rumit. Dalam pameran ini, transisi ini juga tercermin dalam eksplorasi teknik cyanotype untuk menyatukan elemen-elemen ilustratif dan fotografis dalam praktik keduanya.  

Kevin, dengan praktik fotografinya banyak mengeksplorasi isu-isu gender dan seksualitas. Kevin juga aktif dalam kerja-kerja aktivisme yang berkaitan dengan keberlanjutan dan inklusivitas. Dengan pendekatan dokumenter, foto-foto Kevin merekam cerita-cerita personal dan ingatan-ingatan kolektif subjek baik tentang politik identitas, diskriminasi, dan stigma.  

Dalam pameran ini, Kevin kembali mengeksplorasi hal-hal keseharian dalam kehidupan personalnya: tentang bekas luka, relasinya dengan pencarian spiritualitas, makhluk-makhluk hidup di sekitarnya, dan lain sebagainya. Melalui rekaman kejadian yang termanifestasi dalam beragam objek, kejadian dan jejak ini, Kevin sedang menegosiasikan pemahaman, penerimaan dan kedamaian diri.   

Refleksi Alam dan Kevin tentang hidup dilalui dengan bermain-main dan merayakan (sekaligus memproblematisasinya) sebagai yang biasa-biasa saja, mengejawantahkan tegangan-tegangan yang hadir di dalamnya–perlahan-lahan–sebagai sesuatu yang bisa diterima (alih-alih membebankan penerimaan terbatas pada nilai-nilai moral masyarakat, dalam  pameran ini mereka ingin memulai penerimaan dari domain personal).  

Lewat beragam isu yang dihadirkan, kedua seniman terlebih dahulu mengenali bias-bias yang ada dalam diri mereka; Menjadi Biasa adalah upaya tindak lanjut untuk menarasikan ulang pengalaman-pengalaman mereka yang seringkali hadir di ruang-ruang asing dan terasing sebagai yang sehari-hari dan yang familiar; yang biasa-biasa saja.  

Pameran ini terbagi dalam tiga babak utama: Belajar dari yang Lalu, Terhubung dengan Diri, dan Utopia sebagai panduan yang luwes, yang tidak fix, dan bisa dinikmati sebagai sesuatu yang tidak melulu linear. Ketiganya diilhami oleh linimasa yang lalu, hari ini, dan esok. Di saat yang sama, masing-masing karya di pameran ini hadir sebagai lapisan-lapisan yang bisa tiba-tiba muncul di linimasa yang acak, yang oleh karena pengunjung dipersilakan menentukan lajurnya sendiri. 

Terdapat tiga karya di bagian pertama (Belajar dari yang Lalu) dengan judul masing-masing antara lain, “MEOW!”, “Gelembung Beton”, dan “Ter-sesat”. Bagian kedua (Terhubung dengan Diri) terdapat tiga karya juga dengan judul masing-masing antara lain, “Lovescars”, “Expanding Myself”, dan “Different Gaze”. Di bagian ketiga (Utopia), terdapat tiga karya dengan judul masing-masing “The Vast Sea is My Home ”, “Where the Rainbow is Seen Everywhere”, dan “Buddha ”. 

Pameran Alam Bawah Sadar dalam Tiga Babak secara keseluruhan memberikan pengalaman visual dan emosi yang menyentuh ketika dihayati dengan seksama. Pameran ini berlangsung sampai tanggal 10 November 2024 di n0lkecil creative space, Jl. Untung Suropati no. 85, Surabaya. Untuk informasi jadwal buka pameran dan program lain selama pameran berlangsung bisa dilihat di akun sosial media n0lkecil creative space

Leave a comment