ART | FILM | SURABAYA | INDONESIA | 2024
Setelah sukses menyelenggarakan agenda Kinekini pertama kalinya di tahun lalu, Orasis Art Space menghadirkan kembali Kinekini yang berganti nama menjadi Kinekini Moving Image Screening. Berkolaborasi dengan Screen Pills, IFI Surabaya, para sineas, seniman media, komunitas, dan penggemar film, festival film yang berlangsung selama tiga pekan di Surabaya ini bertujuan untuk menjadi sebuah agenda yang menciptakan ruang-ruang diskursus, dialog, pemikiran, dan pengetahuan, yang memungkinkan setiap orang untuk menyelami lebih dalam berbagai isu dan topik yang sedang beredar di masyarakat.

Kinekini Moving Image Screening dibuka dengan Opening Party untuk beberapa tamu undangan dan media pada tanggal 15 Maret 2024 yang diisi oleh sambutan dari Orasis Art Space sebagai penyelenggara, IFI Surabaya sebagai mitra pendukung, dan Screen Pills sebagai kurator. Film klasik tahun 1960 karya sutradara kenamaan Prancis yang sering digunakan oleh orang-orang sebagai pintu masuk untuk mengenal lebih dalam dunia film diputar di Opening Party ini. Film tersebut adalah “Breathless” karya Jean-Luc Godard. Usai pemutaran film, para tamu undangan diajak berkeliling area pameran, dipandu oleh Screen Pills selaku kurator dan pemandu dari Orasis.
Film-film yang ditayangkan di festival ini dibagi ke dalam enam segmen.
Segmen pertama bertajuk “Ceremonial”. Segmen ini menyuguhkan film-film yang mendobrak batas-batas baru dunia perfilman baik dalam hal estetika, konten, dan narasi, serta menjelajah ke jalur-jalur di luar resep-resep kesuksesan yang sudah ada sebelumnya. Film yang termasuk ke dalam segmen ini adalah film pendek “Basri and Salma in Never-ending Comedy” karya sutradara asal Makassar, Khozy Rizal. Film ini diputar khusus pada tanggal 30 Maret 2024 dalam rangka memperingati Hari Film Nasional. Tidak hanya pemutaran film, Khozy Rizal selaku sutradara dihadirkan langsung untuk menjadi narasumber Director Talks. Artikel lebih lengkap mengenai Director Talks bersama Khozy Rizal kami unggah di artikel selanjutnya.
Segmen kedua dan ketiga bertajuk “Curator Spotlight”. Film-film di segmen ini merupakan film-film karya sutradara muda Indonesia. Perbedaan antara segmen kedua dan segmen ketiga adalah film-film di segmen kedua lebih menampilkan karya-karya yang mendapat pengakuan di festival-festival internasional, sedangkan film-film di segmen ketiga memiliki karakter yang sangat kuat, unik, dan bisa dikatakan nyeleneh. Film-film tersebut adalah “Boncengan” karya Sarah Adilah, “Dear to Me” karya Monica Vanessa Tedja, “Sawo Matang” karya Nirmala Widjajanto, “Jenglotman dan Keinginan Mertua Jahanam” karya Beni Kristia dan Rakha Magelhaens, “Rapsodi: Fragments of Happiness” karya Aco Tanriyagelli, dan “Of Other Tomorrow Never Knows” karya Natasha Tontey.
Film-film yang ditayangkan di segmen keempat sampai segmen keenam didukung oleh IFI Surabaya. Segmen keempat bertajuk “La Nouvelle Vague”. Segmen ini berisi dua film berdurasi panjang yang termasuk ke dalam kategori French New Wave Cinema, yaitu film “Breathless” yang disebutkan sebelumnya sebagai film pembuka di Opening Party dan film “400 Blows” karya Francois Truffaut.
Segmen kelima bertajuk “Overseas Films”. Film-film di segmen ini merupakan film pilihan karya sutradara-sutradara dari Francophone countries atau negara-negara berbahasa Perancis yang mayoritas merupakan negara-negera di Benua Afrika. Film-film tersebut antara lain “Fairplay” karya Zoel Aeschbacher, “Life in Canada” karya Frédéric Rosset, “Microbus” karya Maggie Kamal, dan “Will My Parents Come to See Me” karya Mo Harawe.
Segmen terakhir bertajuk “Kid Moving Image”. Segmen ini merupakan segmen yang dibuat khusus untuk anak-anak dengan menayangkan beberapa film untuk anak-anak di antaranya “A Lynx in The Town” karya Nina Bisiarina, “Le Petite pousse” karya Chaïtane Conversat, dan “Kiki la plume” karya Julie Rembauville dan Nicolas Bianco-Levrin. Segmen Kid Moving Image berlangsung setiap akhir pekan selama Kinekini berlangsung. Setiap akhir sesi, film-film ini akan diputar jika ada pengunjung anak-anak. Di sesi ini, anak-anak bisa bebas menonton dan di Kinekini, anak-anak di bawah lima tahun gratis tiket masuk.
“Kami ingin setiap hari Sabtu dan Minggu itu menjadi semacam hari keluarga. Jadi, anak-anak bisa menikmati apa yang kami buat tanpa takut banyak dilarang ini dan itu,” jelas Danny dari Orasis ketika memandu tur.




Festival yang berlangsung mulai dari tanggal 16 Maret sampai 7 April 2024 ini selain menghadirkan pemutaran film-film pilihan dan Director Talks bersama Khozy Rizal, menghadirkan pula berbagai kegiatan menarik lainnya seperti Art Station, Corner Session, dan lokakarya film seluloid bertajuk “Super8 Workshop”.
Lokakarya “Super8 Workshop” berlangsung pada tanggal 23 Maret 2024 dan bekerja sama dengan Lab Laba-Laba, sebuah kolektif seni asal Jakarta yang mempelajari, meneliti, menginterpretasi, melestarikan, dan memulihkan pengetahuan tentang sinema. Rizki Lazuardi dan Aditya Martodiharjo dipilih menjadi pembimbing lokakarya berdurasi 6 jam ini. Peserta yang bisa mengikuti lokakarya ini pun sangat terbatas, tidak lebih dari sepuluh orang. Hal tersebut dikarenakan di lokakarya ini, peserta belajar membuat film dengan medium seluloid yang menjadi standar sejak hadirnya sinema di dunia dan alat yang digunakan cukup sulit untuk ditemukan saat ini.
Seperti biasa, agenda Orasis Art Space menyuguhkan Pop Up Cafe di mana para pengunjung yang sudah melakukan reservasi akan mendapatkan suguhan berupa welcome drink. Pop Up Cafe kali ini didukung oleh The Vinyl Chick, sebuah kafe yang tidak hanya menyediakan makanan dan minuman, tetapi juga menjadi ruang dengar koleksi rilisan vinyl mereka dan agenda rutin spinning session.
Di Kinekini kali ini, The Vinyl Chick membuat dua menu minuman spesial yang merespon film “Basri and Salma in Never-ending Comedy” yang diberi nama “Basri” dan “Salma”. “Basri” adalah minuman berbahan dasar kopi. Minuman ini memiliki visual dan rasa yang terkesan maskulin karena rasa pahit dari kopi dan jenis gelas yang digunakan. Minuman yang lain, “Salma”, memiliki visual dan rasa yang lebih feminin; warna merah dan rasa yang lebih manis, serta bentuk gelas yang digunakan.
Untuk Salma, The Vinyl Chick menggunakan campuran sirup DHT, sirup pisang ambon khas Makassar yang mana merupakan kota kelahiran sutradara film “Basri and Salma in Never-ending Comedy” serta sirup cranberry yang merupakan simbol kesuburan (fertility) dan pernikahan, seperti yang dijelaskan The Vinyl Chick.
Selain The Vinyl Chick, beberapa kafe di Surabaya turut membuat minuman yang terinspirasi dari film “Basri and Salma in Never-ending Comedy” seperti Nomu Cafe & Bistro, Kudos Cafe, Drama Roastery, Caturra Espresso, Ektar Coffee, dan Kirribilli.
Secara keseluruhan, Kinekini Moving Image Screening dirancang tidak hanya diperuntukkan bagi para penggemar film yang ingin mendalami dunia film, menikmati karya-karya bagus yang tidak ditayangkan di bioskop-biskop komersil, akan tetapi juga merupakan sebuah awal yang menarik bagi orang-orang yang ingin mulai mengenal dunia film.

Leave a comment