ART | ANIMATION | BANDUNG | INDONESIA | 2022

Tiga acara di tiga negara dalam satu bulan menjadikan bulan September lalu menjadi bulan yang cukup padat bagi tim The Fox The Folks. Dimulai dari tanggal 7-13 September 2022, The Fox The Folks bersama dengan beberapa seniman projection mapping lainnya menampilkan karya mereka dalam acara Indonesia Bertutur di Candi Borobudur. Kemudian pada tanggal 9-10 September 2022, tim The Fox The Folks menghadiri acara Luma Projection Arts Festival di Binghamton, New york. Terakhir, pada tanggal 17-19 September 2022, The Fox The Folks diundang kembali dalam acara kompetisi 1 Minute Projection Mapping di Meiji Memorial Picture Gallery, Tokyo, sebagai tamu dan juri.
Kami berkesempatan mengobrol dengan Fadjar Kurnia yang merupakan pendiri dan creative director dari The Fox The Folks tentang The Fox The Folks sendiri dan tiga proyek yang disebutkan di atas.

The Fox The Folks dibentuk oleh Fadjar dan Rafico Lingga pada tahun 2018 setelah mereka berdua keluar dari kantor tempat masing-masing bekerja. Sama-sama berkuliah di jurusan Desain Komunikasi Visual ITB dengan peminatan multimedia, Fadjar dan Rafico mendirikan The Fox The Folks ini pada awalnya sebagai tim freelance animator sebagai tenaga outsourcing. Namun seiring dengan berjalannya waktu, The Fox The Folks berubah menjadi tim animasi independen yang mulai mengerjakan proyek seperti video musik, iklan, dan lain-lain. Kemudian The Fox The Folks berubah lagi menjadi multimedia artist team yang berfokus pada penceritaan gambar bergerak dengan gaya visual dua dimensi di berbagai macam media baik itu animasi biasa ataupun video mapping.
Saat ini tim The Fox The Folks terdiri dari lima orang. Satu orang sebagai founder dan creative director, satu orang mengurusi pemasaran dan pengembagan bisnis (marketing and business development), dua orang visual artist dan co-producer, serta satu orang animator. “Tapi karena The Fox The Folks merupakan tim yang kecil, seringkali peran menyesuaikan dengan kebutuhan proyek. Jadi seringkali saya masih ikut membuat animasi sebagai animator,” jelas Fadjar. Dengan komposisi tim ini, The Fox The Folks bisa mengerjakan rata-rata satu proyek animasi dalam satu bulan.
“Sebenarnya itu berangkat dari keegoisan pribadi sih,” tutur Fadjar ketika kami tanya tentang filosofi di balik nama The Fox, The Folks. “Agak susah disebutin kan? Agak tongue-twister. Cuma, jawaban dari kenapa namanya ‘The Fox, The Folks’ itu ya ‘suka-suka gue, tim-tim gue’. Gitu, haha.”
“Nah, tapi di balik itu juga ada filosofinya kenapa namanya The Fox The Folks. Pertama, ‘the fox’ ini tuh perwujudan dari cara berpikir kami yang cerdik, licik, dan cerdas dalam bergerak meskipun kita tim yang kecil. Sedangkan ‘the folks’ sendiri ya terinspirasi dari orang-orang yang berkumpul (folks) biasanya akan saling bertukar cerita. Di situ kegiatan storytelling atau bercerita muncul. Selain itu, ‘the fox’ ini merupakan simbolisasi tim The Fox The Folks sedangkan ‘the folks’ ini merupakan simbolisasi audiens kami,” jelas Fadjar.
Setelah bercerita tentang The Fox The Folks secara umum, Fadjar berbagi cerita tentang tiga proyek yang sudah disebutkan di awal kepada kami. Tiga proyek tersebut kami tulis secara kronologis mulai dari Indonesia Bertutur, Luma Projection Arts Festival, dan 1 Minute Projection Mapping.
INDONESIA BERTUTUR
Berlangsung pada tanggal 7-13 September 2022 di Candi Borobudur, The Fox The Folks bersama beberapa seniman dan studio animasi projection mapping lainnya menampilkan karya mereka masing-masing. Di acara tersebut, para seniman dan studio animasi diminta untuk membuat animasi projection mapping yang merespon salah satu dari dua puluh cagar budaya di Indonesia sebagai konten projection mapping-nya. The Fox The Folks menampilkan karya mereka yang berjudul “Harta, Tahta, Papua”.
“Di karya ini kami menggabungkan unsur-unsur legenda—misalnya seperti legenda bagaimana Raja Ampat terbentuk—cagar budaya, musik, juga tarian adatnya. Mulai dari animasi sampai musik di dalam video semua terinspirasi dari tanah Papua. Kalau ceritanya sendiri kami mengangkat cerita rakyat yang cukup menarik sebenarnya,” Fadjar menjelaskan pada kami tentang “Harta, Tahta, Papua”.
“Cerita rakyat ini bercerita tentang sepasang suami istri yang menemukan tujuh telur di mana empat dari tujuh telur ini menetas menjadi manusia. Keempat orang ini tumbuh menjadi pangeran yang berpisah dan masing-masing menjadi raja di empat tempat berbeda,” jela Fadjar. Empat tempat yang dimaksud dalam cerita ini adalah Waigeo, Salawati, Misool Timur, dan Misool Barat
“Selain kita baru tahu soal cerita rakyat ini, kita juga baru tahu kalau Raja Ampat ini termasuk ke dalam kategori cagar budaya, bukan taman nasional.”
LUMA PROJECTION ARTS FESTIVAL
Di acara yang berlangsung mulai dari tanggal 9-10 September 2022 di Binghamton, New York, The Fox The Folks merupakan seniman asia dan Indonesia pertama yang berpartisipasi di acara tahunan yang sudah berlangsung sejak tahun 2015 ini. Di acara ini, The Fox The Folks menampilkan karya mereka yang berjudul “Joy Boy”. Karya animasi ini bercerita tentang anak yang terjebak di dunia gim (game) dan berusaha kembali ke dunianya tapi tidak lupa untuk tetap bersenang-senang dalam semua wahana permainan yang ada.
“Sebenarnya karya ini kami buat dan kami sesuaikan dengan target audiens dari festival Luma itu sendiri di mana audiens (yang kebanyakan adalah orang dewasa) diharapkan kembali mengenang masa kecil mereka dan hanya fokus bersenang-senang bersama Joy Boy ini. Karena festival ini festival tahunan, jadi ya menurut kami pengunjung yang datang harus ikut merasa senang. Dan ternyata hasilnya sesuai dengan yang kami pikirkan sejak awal. Banyak orang-orang dewasa yang terlihat merasa senang di acara tersebut melihat kami membawa unsur-unsur retro di ‘Joy Boy’ ini.
1 MINUTE PROJECTION MAPPING
Di acara kali ini, yang berlangsung pada tanggal 17-19 September 2022 di Meiji Memorial Picture Gallery di Tokyo, The Fox The Folks diundang sebagai juri dan tamu. Di sana, The Fox The Folks menampilkan karya berjudul “Ad Astra” yang artinya menuju bintang.
“Kami merespon tema acara tahun ini yaitu ‘life’. Kami ingin menampilkan sisi lain kehidupan yang diceritakan dari karakter Bintang yang berusaha melawan normal untuk menggapai impiannya sendiri untuk menjadi bintang. Dalam karya ini kami ingin menyampaikan pesan bahwa kita ini merupakan bintang dalam hidup kita sendiri.
Selain ketiga proyek yang dijabarkan di atas, kami juga meminta Fadjar untuk bercerita tentang proyek yang paling disukainya dan proyek yang menurutnya paling sulit dikerjakan selama ini.
“Proyek favorit saya ‘Ad Astra’ untuk 1 Minute Projection Mapping tahun ini dan ‘Through The Night’ untuk event yang sama di tahun lalu. Tapi sebenarnya semua karya The Fox The Folks merupakan karya favorit saya karena kami melakukannya dengan bersenang-senang.”
“Kalau proyek yang paling sulit itu sebenarnya semua ya. Tapi saya mau bagi dua kesulitan ini sih, sulit secara konten dan sulit secara medan atau bidang. Kalau yang sulit secara konten itu karya 1 Minute Projection Mapping tahun lalu kami yang sebenarnya kami menang di sana. Sulit karena waktu itu kami baru mulai merambah ke arah projection mapping, masih meraba-raba medan, dan masih mengeksplorasi dunia projection mapping. Waktu itu kami masih mencari identitas The Fox The Folks dan pembeda The Fox The Folks dari tim-tim lain di industri ini.”
“Kesulitan kedua itu sulit secara medan atau bidang. Karya yang sulit secara bidang itu karya yang kami tampilkan di Indonesia Bertutur. Ternyata medannya tidak segampang itu untuk di-mapping karena bentuknya kan berundak-undak dan dindingnya berelief. Akhirnya jadi banyak bayangan dan ada gambar yang tidak terlihat jelas gara-gara bayangan itu. Cuma dari sini kami jadi belajar pelajaran berharga juga”.
Terakhir, kami bertanya mengenai momen paling berkesan bagi Fadjar selama berada di The Fox The Folks. “Tahun lalu kami menang di kompetisi 1 Minute Projection Mapping dan euforianya masih terasa sampai sekarang. Kompetisi ini bisa dibilang salah satu kompetisi projection mapping paling besar di dunia dan tahun lalu The Fox The Folks dapat dua hadiah yaitu grand prize dan audience prize. Sejak menang di kompetisi ini, The Fox The Folks mulai dikenal di industri ini dan kami disebut sebagai rising star karena tidak pernah kelihatan lalu tiba-tiba muncul.”
“Ini jadi momen paling berharga soalnya kita tim The Fox The Folks jadi mulai diperhatikan dan membuka peluang untuk menjalin relasi dengan teman-teman dan orang-orang keren yang bukan cuma dari Indonesia tapi dari luar negeri juga. Dan itu hal yang paling menyenangkan sih. Semoga nanti bisa berkolaborasi sama teman-teman sekalian”.
Semua musik latar belakang (background music) di ketiga video animasi di atas dibuat oleh Rolly Anwari/Fantascape.
Leave a comment